BSMoBSMlBSYlTpG8Tfd5TfM5BA==

Ratusan Pedagang Bojongmeron Dan Mahasiswa Gelar Aksi Di Pendopo Cianjur, Tuntut Penindakan Maladministrasi


CIANJUR, – Ratusan pedagang Pasar Bojong maron, didampingi oleh Sahabat Bomero, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Cianjur (YLBHC), serta organisasi kemahasiswaan GMNI dan PMII, mendatangi Pendopo Kabupaten Cianjur pada Jumat, 7 November 2025. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas tidak adanya tindak lanjut dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur terkait hasil audiensi sebelumnya mengenai rencana relokasi pasar.


Dalam pernyataan sikapnya, perwakilan YLBHC dan Sahabat Bomero menilai telah terjadi praktik maladministrasi yang merugikan para pedagang. Tudingan ini muncul karena tidak adanya tanggapan atau langkah konkret dari Bupati Cianjur, meskipun telah ada pertemuan dengan Komisi II DPRD Kabupaten Cianjur yang juga dihadiri oleh perwakilan Asisten Daerah I dan II, serta sejumlah kepala dinas terkait.


"Kami menilai terdapat praktik maladministrasi yang merugikan pihak pedagang Bojong maron," tegas pernyataan tertulis yang dibacakan dalam aksi tersebut.


YLBHC mendetailkan tiga bentuk maladministrasi yang mereka duga berdasarkan pendampingan hukum yang dilakukan:


1. Komisi II DPRD dianggap tidak menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai dalam forum audiensi.

2. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dituding tidak mengindahkan Nota Dinas hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang memutuskan untuk mempertimbangkan ulang kebijakan relokasi.

3. Bupati, Wakil Bupati, dan jajarannya dinilai abai dengan tidak menanggapi Nota Dinas RDP tersebut. Pemerintah juga dianggap lalai karena tidak menyertakan analisis dampak sosial, evaluasi Pasar Induk Cianjur, dan tidak melibatkan warga terdampak dalam rencana revitalisasi Pasar Bojong maron.


Aksi ini tidak hanya menyoroti aspek administrasi, tetapi juga mendalilkan bahwa kebijakan Pemkab berpotensi melanggar sejumlah landasan hukum, termasuk:


· UUD 1945 Pasal 28D tentang jaminan kepastian hukum yang adil.

· UUD 1945 Pasal 28H tentang hak untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama.

· UU Pelayanan Publik, UU Pemerintahan Daerah, UU Ombudsman, dan Perpres tentang Pemberdayaan Usaha Kecil.


Merespons kondisi tersebut, massa aksi menyampaikan tujuh tuntutan kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur:


1. Menolak rencana relokasi ke Pasar Induk Cianjur sebelum ada kajian akademik independen yang melibatkan perguruan tinggi, LBH, dan pedagang.

2. Menegaskan prinsip equality before the law dan non-diskriminasi bagi semua pedagang.

3. Meminta DPRD untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan yang berdampak sosial-ekonomi.

4. Mendesak Bupati membentuk Forum Dialog Kebijakan yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

5. Mengancam akan menempuh langkah hukum, baik non-litigasi (melapor ke Ombudsman dan Komnas HAM) maupun litigasi (menggugat di PTUN), jika relokasi dipaksakan.

6. Mendesak DPRD untuk mengevaluasi kinerja Pemerintah Daerah.

7. Mencabut Peraturan Bupati (Perbup) No. 30 Tahun 2016 yang menjadi dasar kebijakan relokasi.


Sampai aksi berakhir, tidak ada satu pun perwakilan dari Pemerintah Daerah Cianjur yang menemui para demonstran. Meski kecewa, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. Mereka kembali ke Pasar Induk Cianjur sambil menyatakan kesiapan untuk menempuh jalur hukum jika pemerintah tetap memaksakan kebijakan relokasi secara sepihak.


“Jika Bupati tetap bungkam, kami siap melaporkan kasus ini ke Ombudsman, Komnas HAM, dan bahkan menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara serta Pengadilan Negeri Cianjur,” tegas orator dari Sahabat Bomero.


Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemkab Cianjur belum memberikan pernyataan resmi menanggapi aksi dan tuntutan yang disampaikan oleh para pedagang dan pendamping.


Nang.

Type above and press Enter to search.