Sukabumi, - Kepala Desa Citepus, Koswara, S.Pd.I, mengambil langkah tegas dengan meminta klarifikasi resmi terkait munculnya fasilitas glamping di area sepadan pantai dan joging track yang diduga dialihfungsikan oleh salah satu pengelola tempat wisata milik warga negara asing (WNA). Polemik ini mencuat setelah ramai diberitakan di media sosial dan menimbulkan keresahan masyarakat setempat.
Koswara menyampaikan bahwa keluhan masyarakat muncul karena fasilitas umum yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan oleh publik justru diubah menjadi area komersial. Akibatnya, warga merasa dirugikan dan menuntut agar bangunan glamping tersebut segera dibongkar.
Situasi sempat memanas ketika warga terlibat adu argumen dengan salah satu karyawan pengelola wisata. Dalam insiden tersebut, karyawan sempat menyampaikan pernyataan bahwa apabila glamping dibongkar, maka warung-warung milik warga juga harus ikut dibongkar.
Menanggapi hal itu, Koswara menegaskan bahwa perbandingan tersebut tidak relevan dan tidak adil.
> “Perusahaan itu bergerak di bidang bisnis dan investasi, jadi seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Kalau masyarakat kecil, satu blok saja sudah melibatkan ratusan warga dan ratusan perut yang bergantung pada warung mereka. Sedangkan ini hanya satu perusahaan,” tegas Koswara.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan pengelola wisata menyatakan kesediaannya untuk membongkar bangunan glamping yang berada di area publik tersebut. Namun hingga kini, belum ada kepastian waktu pelaksanaannya. Sementara itu, warga menuntut agar pembongkaran dilakukan secepatnya.
Untuk meredakan ketegangan, Satpol PP dan pihak kepolisian turun tangan menengahi dialog antara warga dan pengelola wisata. Pemerintah Desa Citepus berkomitmen mengawal kasus ini hingga ada penyelesaian sesuai aturan, serta memastikan kawasan pantai tetap menjadi ruang publik yang aman dan tertib.
Koswara menambahkan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan dinas terkait untuk memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan fasilitas umum di wilayah Citepus.
Iyan Mufti