CIANJUR, – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cianjur pada Kamis (2/10/2025). Mereka berorasi menyuarakan kritik tajam terhadap implementasi program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di daerah tersebut.
Aksi yang berlangsung tertib dan diamankan oleh aparat kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja itu diwarnai pengibaran spanduk bertuliskan “Negara Telah Meracuni Anak Bangsa”, sebagai bentuk kekecewaan terhadap program yang dinilai sarat masalah.
Koordinator aksi yang sekaligus Ketua GMNI Cianjur, Rama, menyampaikan sejumlah poin kegelisahan. Ia mempertanyakan kompetensi dan keabsahan operasional dapur-dapur MBG yang berjalan.
“Bagaimana sebuah dapur bisa berjalan, sertifikatnya tidak ada, kemudian ahli gizinya tidak ada, tapi kenapa dapur bisa berjalan? Ada juga dapur yang memakai gedung pemerintah, kita lihat ada juga yang seperti itu. Nah, ini yang menjadi pertanyaan besar,” ujar Rama kepada wartawan.
Menurutnya, ketiadaan kompetensi tersebut harus menjadi pertanyaan publik tentang keseriusan pemerintah daerah dan negara dalam membangun generasi penerus.
“Atau hanya menjadi nilai bisnis semata yang kita lihat begitu, karena dengan anggaran ratusan triliun, ini sudah jelas angka bisnis yang tinggi. Serapan tenaga kerja yang menjadi alasan, tetapi kita lihat UMKM-UMKM yang punya bahan-bahan makanan, mereka mengeluh karena harganya terlalu murah ketika dijual ke dapur,” paparnya.
Rama menegaskan bahwa masalah ini berdampak luas pada perputaran ekonomi daerah dan menghambat upaya menaikkan taraf hidup rakyat kecil (marhaen).
“Ini jadi persoalan ketika berbicara dampaknya besar. Bagaimana marhaen ini bisa naik kelas, bagaimana marhaen ini bisa hidup sejahtera, menyekolahkan anaknya, dan bisa berobat ke rumah sakit, Malahan, kita menduga ini kental sekali dengan kaitan politik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rama mensinyalir kuatnya intervensi politik dalam program MBG yang berpotensi menimbulkan Konflik Kepentingan (KKN), Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
“Kita menduga banyak sekali pejabat-pejabat yang main di penyediaan pangan pemerintah (SPPG) ini. Ketika program kebijakan daerah kental intervensi politiknya, di sana terjadi konflik kepentingan, muatannya pasti KKN: Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” tandasnya.
Meski kritis, Rama menyatakan bahwa GMNI tidak menolak program MBG secara keseluruhan. Program ini dinilai layak dilanjutkan asalkan ada evaluasi yang jelas dan jaminan dari negara.
“Bagaimana anggaran yang sebesar ini harus sampai dan berdampak baik? Saya pikir bisa berdampak 5 tahun, 10 tahun ke depan pada pertumbuhan anak-anak kita jika setiap hari dikasih susu dan nutrisi yang cukup. Itu yang saya harapkan,” ujarnya.
Ia menekankan, MBG harus menjamin makanan yang aman, bergizi, dan mencukupi kebutuhan anak. Peran ahli gizi dinilai krusial untuk merencanakan kebutuhan gizi anak secara geografis di Cianjur.
“Harus dihitung dan direncanakan betul-betul, dan harus ada pemerataan. Jangan sampai junk food, ada roti yang Rp 2.000-an, terus kemudian ada ulat dalam sayurnya. Itu harus dibersihkan betul-betul. Jadi, kita melihat juga anak-anak ini menjadi objek penghisapan dalam muatan bisnis ini,” pungkas Rama.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur atau DPRD setempat mengenai protes yang disampaikan oleh para mahasiswa tersebut.
Nang.