Gresik, Ketegangan sosial di Dusun Banyuurip kini memasuki babak baru. Ucapan Ketua RT Hasan yang diduga mencemarkan nama warga, Jack Santoso, ternyata tidak berhenti sebagai persoalan pribadi. Fakta bahwa Jack adalah wartawan media online membuat persoalan ini berpotensi melebar menjadi isu besar dan mengundang gelombang protes berbasis solidaritas jurnalis di Jawa Timur.
Peristiwa bermula ketika Hasan melontarkan kalimat bernada penghinaan di hadapan Kasun Sulaiman, “Itu Jack, penyakitnya Dusun Banyuurip!” Bukannya menegur, Kasun Sulaiman justru mengangguk dan mengiyakan, seolah menyetujui ucapan tersebut. Sikap itu kini menjadi sorotan tajam karena dinilai memperkuat unsur penghinaan secara sosial dan hukum.
Informasi yang dihimpun menyebut, sejumlah grup WhatsApp wartawan di Jawa Timur mulai ramai membicarakan kasus ini. Sejumlah anggota forum jurnalis menilai tindakan tersebut bukan sekadar penghinaan terhadap individu, tetapi juga serangan terhadap martabat profesi pers. Bahkan muncul rencana aksi protes terbuka untuk menuntut penegakan hukum dan klarifikasi dari pihak Pemerintah Desa Banyuurip.
“Kalimat itu bukan hanya melukai pribadi Jack, tapi juga melecehkan profesi wartawan yang bekerja di lapangan dengan integritas. Bila ini dibiarkan, siapa pun jurnalis bisa jadi korban berikutnya,” ungkap salah satu jurnalis senior yang ikut memantau perkembangan kasus tersebut.
Secara hukum, Kasun Sulaiman tidak bisa berlindung di balik diam. Berdasarkan Pasal 55 KUHP, setiap orang yang “turut serta melakukan” perbuatan pidana dapat dipidana sebagai pelaku. Dengan mengiyakan pernyataan yang mengandung unsur penghinaan, Sulaiman dinilai turut memperkuat pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP.
Jika pernyataan itu terbukti fitnah, keduanya bisa dijerat Pasal 311 KUHP dengan ancaman pidana empat tahun penjara.
Selain potensi pidana, tindakan membiarkan atau mengafirmasi ucapan merendahkan warga dapat dianggap sebagai pelanggaran etik pemerintahan, melanggar prinsip kepatutan dan keadilan sosial sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Namun, di luar aspek hukum, efek sosial kasus ini mulai meluas. Di internal komunitas jurnalis, mulai muncul gelombang solidaritas yang menuntut agar aparat penegak hukum tidak menyepelekan penghinaan terhadap wartawan. Beberapa organisasi pers bahkan dikabarkan tengah menyusun pernyataan sikap resmi yang akan disampaikan ke Polres Gresik dan Pemkab.
Situasi di Banyuurip pun semakin panas. Warga terbelah antara yang membela Kasun dan yang mendukung langkah hukum Jack Santoso. Bila tekanan publik terus meningkat, kasus ini bisa berkembang menjadi krisis kepercayaan terhadap aparatur desa, sekaligus menjadi preseden penting tentang tanggung jawab moral pejabat publik terhadap ujaran yang merendahkan martabat warga.
Kasus ini menegaskan satu hal: Ketika yang dihina adalah seorang wartawan, diamnya pejabat bukan lagi persoalan lokal, melainkan bisa menjadi bara solidaritas yang menyulut reaksi se-Jawa Timur.
Red