Jakarta, – Posisi kewajiban pemerintah Indonesia, termasuk utang jangka pendek dan panjang, mencapai Rp10.269 triliun pada akhir 2024. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam penyampaian keterangan pemerintah terhadap RUU Pertanggungjawaban APBN TA 2024 di Rapat Paripurna DPR, Selasa (2/7/2025) lalu.
Beban utang tersebut dikhawatirkan akan menjadi tanggungan rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, kenaikan pajak atau pemotongan anggaran pelayanan publik bisa terjadi. Sementara secara tidak langsung, utang berpotensi memengaruhi harga barang, jasa, dan pertumbuhan ekonomi.
Kritik terhadap Kebijakan Utang dan Pengelolaan APBN
Dr. Suriyanto Pd, SH., MH., M.Kn, dalam catatannya menyoroti tingginya utang negara yang dinilai membebani rakyat. "Uang rakyat dikorup puluhan ribu triliun, sementara pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, LRT, MRT, dan kereta cepat semuanya dari utang. Berapa sebenarnya biaya pembangunannya?" tanyanya.
Ia juga mempertanyakan efektivitas kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengelola utang. "Saya tidak bermaksud menghujat, tetapi faktanya rakyat sekarang yang menanggung utang tersebut," tegasnya.
Suriyanto menyayangkan kebijakan fiskal yang dinilai memberatkan, seperti kenaikan pajak dan defisit APBN. "Rakyat dibuat susah oleh kebijakan ini. Oknum pemangku jabatan yang menyusahkan rakyat perilakunya bahkan lebih buruk dari preman pasar," kritiknya.
Potensi Krisis dan Ketergantungan pada Utang.
Suriyanto memperingatkan bahwa beban utang yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. "Pemerintah mungkin akan lebih fokus membayar utang daripada berinvestasi di sektor produktif. Utang juga bisa memicu inflasi dan kenaikan harga," ujarnya.
Ia juga mempertanyakan alasan Indonesia terus berutang meski memiliki sumber daya alam melimpah. "Sekarang ada Danantara dengan modal Rp11.000 triliun, tapi masih mau berutang lagi. Di mana logikanya?"
Seruan Pemimpin yang Bekerja dengan Hati Nurani
Suriyanto menekankan pentingnya pemimpin yang bekerja dengan integritas dan mengutamakan kepentingan rakyat. "Pemimpin harus memiliki hati nurani, jujur, adil, dan bertanggung jawab. Bukan untuk partai atau kelompoknya, tapi untuk bangsa," tegasnya.
Ia juga mengingatkan pernyataan Presiden Prabowo Subianto enam tahun lalu yang memprediksi Indonesia bisa bubar pada 2030 jika kondisi keuangan tidak dikelola dengan baik. "Dengan fakta utang saat ini, apakah prediksi itu bisa menjadi kenyataan?"
Pentingnya Pengelolaan Utang yang Bijaksana
Meski utang bisa menjadi instrumen pembangunan, Suriyanto menegaskan bahwa pemerintah harus mengelolanya secara hati-hati. "Utang harus digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan malah menjadi beban di masa depan," tandasnya.
Ia menutup dengan harapan agar Indonesia dipimpin oleh sosok yang berintegritas dan berkomitmen pada kesejahteraan rakyat. **"Salam NKRI.
(Red)
*(Sumber: Analisis Dr. Suriyanto Pd, SH., MH., M.Kn)*