SUKABUMI, – Pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (18/11/2025), mendapat apresiasi dari kalangan praktisi hukum. Reformasi sistem peradilan pidana Indonesia memasuki babak baru dengan disahkannya undang-undang ini.
Dasep Rahman Hakim, SH., MH., Advokat dan Konsultan Hukum dari DRH & Partners, menyambut baik langkah legislatif tersebut. Ia menegaskan bahwa KUHAP baru ini menjadi penopang penting bagi implementasi KUHP yang telah disahkan sebelumnya.
“Dalam rapat paripurna, Ketua DPR RI menegaskan bahwa KUHAP baru ini akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026, bersamaan dengan berlakunya KUHP Tahun 2023. Ini adalah langkah yang tepat untuk menciptakan keselarasan dan kepastian hukum,” ujar Dasep, Rabu (19/11/2025).
14 Poin Substansi Perubahan
DPR RI dan Pemerintah telah menyepakati setidaknya 14 poin substansi utama dalam revisi KUHAP. Perubahan mendasar ini ditujukan untuk menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan zaman dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Berikut ke-14 poin tersebut:
1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.
5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
8. Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
10. Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
11. Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
Penguatan Signifikan Peran Advokat
Menyoroti poin-poin perubahan tersebut, Dasep Rahman Hakim menggarisbawahi adanya penguatan signifikan terhadap peran advokat dalam sistem peradilan pidana.
“Perubahan dasar yang diusung KUHAP baru menunjukkan penguatan yang sangat berarti. Advokat memperoleh ruang gerak yang jauh lebih luas, tidak hanya dalam pendampingan tersangka atau terdakwa, tetapi juga dalam akses informasi, mekanisme kontrol terhadap tindakan paksa, pengajuan penangguhan penahanan, hingga ke forum Hakim Pemeriksa Pendahuluan,” papar Dasep.
Ia menambahkan bahwa penguatan ini sejalan dengan prinsip-prinsip hukum modern seperti due process of law (proses hukum yang wajib dipenuhi), equality of arms (kesetaraan di hadapan hukum), dan perlindungan hak asasi manusia.
“Dengan demikian, KUHAP baru ini diharapkan dapat menciptakan equilibrium atau keseimbangan yang lebih baik antara kewenangan aparat penegak hukum dan perlindungan hak-hak warga negara, yang pada ujungnya akan meningkatkan kualitas peradilan dan kepercayaan publik,” pungkas Dasep.
Najib
